Rabu, 19 Mei 2010 0 komentar

kepada kamu cinta baru itu

begitu cepat malam beringsut, padahal aku masih ingin siang ini tetap ada, agar terus dapat bersamamu.
aku terisap pada wajahmu yang meninggalkan wangi di setiap waktu. selalu saja begitu

sepertinyaa aku memang tak bisa menyingkirkan kesetiaanku. mencintaimu dengan napas terengah dan kepala tengadah menghimpun doa :
“tuhan, aku selalu ingin menghabiskan setiap waktu bersamanyaa..”
siapa lagi kalau bukan kamu di mataku yang tak pernah basi. seperti pagi yang selalu memberikan benderang untuk bumi. setelah malam membabibuta menenggelamkannya dalam gelap.


setelah semua makin jelas di mataku, aku juga belum beranjak pergi. meski mungkin tak sedahsyat awalnyaa, kaki belum juga surut mengharapmu, yang mungkin tak akan pernah bisa ku miliki. apakah ini sebuah kebodohan? heem barangkali iyaa. tapi peduli apaa. bisa mencintaimu, sudah cukup bagiku. kalaupun penantianku harus terlunta-lunta, dan akhirnyaa tak juga menemui titik muara nyaa, biarlah itu aku anggap sebagai batu ujian yang harus ku lewati. tak penting apakah aku lulus atau diam di tempat. yang pasti, aku telah melakukan apa yang seharusnyaa, bukan yang aku reka-reka.

mungkin aku ini memang bodoh. menunggu cinta semu dengan damba seribu dan dibalut kesendirian dan penantian yang terus melilit.
aku akan selalu kembali untuk mendamba cintamu,” ucapku lirih dalam hati.


kalo boleh di ibaratkan, aku seperti :

mengembara begitu jauh, dari timur ke barat. seribu batu terlampaui. kakiku menjejak jagad raya milik Tuhan; lautannya, tanah lumpurnyaa, permukaan curamnyaa, dan juga barisan bukit terjal untuk mencari dirimu..”


“cintaku sama seperti tumbuhan dalam kayu. cintaku seperti batu kekal,” yakinku.

kalau sampai hari ini aku masih juga berharap kamu akan datang dengan cintamu untukku tanpa bayang bayang masa lalumu, itu semua karna aku masih menunggumu. ini di luar batas logika, atau malah di luar batas nalar biasa. heem tapi biar sajaa, aku melakukannyaa sampai kaki dan hatiku benar benar tak mau lagi berpihak.

“detak yang menjepit detik. ketuk yang mematuk hampa. bergulat tiada, mengalir airmata dan melebur dalam duka. tangis ini karna tak kuasa, tangis ini jadi pertandaa. ada cinta yang tak terlupa..”
 
;